Selasa, 11 Februari 2020

Ekologi dan Konsep Pemerintahan

Ekologi Pemerintahan, terdiri dari dua suku kata, yaitu Ekologi dan Pemerintahan. Ekologi adalah bagian dari Biologi murni, yang merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari proses keterkaitan hubungan, baik yang bersifat organisme maupun anorganisme dengan lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Sedangkan Pemerintahan berarti suatu aktifitas, proses, dan institusi yang terbentuk atas dasar kesepakatan Warga Negara yang merupakan pencerminan dari harapan, kebutuhan dan keinginan Warga Negara untuk mewujudkan kehidupan secara tertib, nyaman dan sejahtera atau lebih sederhananya Pemerintahan merupakan suatu bentuk dinamis atau kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah.
 
1.  pengertian dan ruang lingkup ekologi pemerintahan
 
       Konsep ekologi (ecology) berasal dari kata gerik oikos (rumah) dan logos (pengetahuan). Ekologi merupakan cabang dari Biologi. Secara leksikografi ekologi didefinisikan sebagai cabang biologi berurusan dengan hubungan-hubungan antara organisme dan lingkungan merekaSecara sosiologi ekologi didefinisikan sebagai cabang sosiologi berkaitan dengan jarak dan saling ketergantungan orang dan lembaga. Ekologi Pemerintahan dapat difenisikan sebagai cabang ilmu pemerintahan yang mempelajari pengaruh lingkungan ruang dan waktu terhadap pemerintahan, baik sebagaimana adanya (das sein) maupun sebagaimana diharapkan (das sollen).  
 
2.  Ruang Lingkup Ekologi Pemerintahan
 
         Nilai-nilai lingkungan (ruang dan waktu) yang ditransfer, dipertukarkan, atau ditransformasikan dari lingkungan ke bidang pemerintahan, searah atau timbal balik adalah energi dari lingkungan fisik diwujudkan melalui iptek, suara (vote, dukungan legitimasi) dari lingkungan social diwujudkan dalam bentuk demokrasi dan dalam arti tertentu, rahmat dari lingkungan transedental (Tuhan YME) yang diwujudkan dalam bentuk imtak.

    Dengan melihat definisi kedua kata tadi maka Ekologi Pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan manusia, lembaga pemerintahan dan lingkungan alam maupun sosial, antara manusia yang mempunyai sifat-sifat tertentu (komunitas) dan saling menyesuaikan antara manusia dengan lingkungan sebagai bagian dari sistem penyelenggaraan pemerintahan dari suatu negara. Secara garis besar, menurut pandangan saya pribadi, Ekologi Pemerintahan merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang hubungan pemerintahan dalam arti sempit, yaitu hubungan dari kegiatan yang dilakukan hanya oleh badan Eksekutif. Hubungan pemerintahan dalam arti luas, yaitu hubungan dari kegiatan yang dilakukan oleh badan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Hubungan pemerintah dengan masyarakat dan interaksi pemerintah dengan lingkungan alam yang tujuan akhir dari segala aktifitas tersebut adalah untuk mewujudkan suatu kesejahteraan bagi rakyat.

        Kenapa tujuan akhir dari itu semua adalah untuk mewujudkan suatu kesejahteraan? Karena suatu pemerintahan terbentuk merupakan wujud dari usaha warga negara untuk mengatur kehidupan mereka dan pemerintahan ada karena adanya suatu kekuasaan dan kewenangan. Dan kekuasaan (kemampuan untuk mengatur orang lain) serta kewenangan (kekuasaan yang mendapat legalitas) itu didapatkan dari rakyat yang merupakan pemilik kedaulatan dari suatu negara. Sebagai pemilik kedaulatan, tentunya tidak mungkin mereka semua yang mengatur bersama-sama suatu penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, mereka menyerahkan kewenangan dan kekusaan untuk mengatur suatu negara kepada segelintir orang yang mereka percayai dan mempunyai kemampuan dalam bidang itu.

      Akan tetapi, apa yang terjadi di lapangan pemerintah masih belum bisa mewujudkan atau menciptakan suatu kesejahteraan. Dalam implementasinya, pemerintah belum bisa untuk mewadahi segala aspirasi rakyat. Mereka masih bekerja untuk kepentingan sesaat dan hanya bekerja memperkaya diri mereka sendiri. Pemerintah masih memposisikan sebagai seorang politikus yang bekerja dalam sudut pandang politik. Mereka masih bekerja sebagai seorang pemerintah yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan untuk memerintah dan rakyat tak lebih dari sekedar objek untuk mereka perintah dan mereka paksa untuk melayani dan menghormati mereka.
  
3. konsep Pemerintah dan Pemerintahan dan mengapa pemerintahan itu perlu!
 
        Pemerintahan adalah gejala sosial yang tak terhindarkan dan ada dimanapun. Pemerintahan lahir sebagai kebutuhan manusia, Pemrintahan merupakan organisasi paling tua dimuka bumi.  Pemerintah merupakan organisasi yang dikendalikan oleh seseorang, sekelompok orang, bahkan banyak orang. Pemerintah merupakan satu-satunya organisasi yang memiliki otoritas istimewa. Pemerintah  merupakan organisasi yang memperoleh otoritas tertentu dari Tuhan dan orang banyak. Pemerintah adalah sekelompok orang yang melakukan tugas pemerintahan sebagai wujud dari kontrak sosial. Pemerintah sebagian orang yang memiliki kewajiban menjalankan amanah orang banyak ke arah tujuan yang disepakati. Pemerintahan, adalah proses dimana sekelompok orang yang memiliki kepercayaan mengelola kehidupan kolektif untuk mencapai tujuan bersama secara nyaman dan wajar.  Pemerintahan, merupakan proses interaksi antara sekelompok orang yang memerintah dengan sekelompok orang yang diperintah dalam mencapai tujuan bersama. Pemerintah menjalankan tugas jasa publik dan layanan civil. Pemerintah adalah personifikasi konkrit dari pengelolaan suatu negara.
Pemerintah dalam arti luas adalah keseluruhan cabang kekuasaan yang dibagi dalam bentuk eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pemerintah dalam arti sempit adalah eksekutif saja. Pemerintah menunjukkan badan, organisasi, institusi, lembaga sebagai pelaksana proses pemerintahan. Pemerintahan menunjukkan proses interaksi oleh badan2 pemerintah dengan masyarakat.

      Sebenarnya dan seharusnya pemerintah menyadari bahwa kekuasaan dan kewenangan yang mereka miliki adalah pemberian dari rakyat sehingga kekuasaan dan kewenangan itu harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Menyadari dan bekerja sebagai seorang Negarawan, sehingga mampu untuk berpikir jauh kedepan, memikirkan segala akibat yang akan terjadi dari segala kebijakan yang akan, telah dan sedang mereka putuskan. Bertingkah laku sebagai seorang pelayan, karena upah yang mereka dapatkan adalah uang hasil jerih payah kerja keras dari rakyat. Pada hakikatnya, rakyat membayar orang-orang dalam pemerintahan untuk bekerja melayani mereka selayaknya seorang budak bekerja pada Tuannya, melayani apapun yang menjadi kebutuhan masyarakat. Ini lah konsekuensi dari seorang Pemerintah, seorang Pegawai Negeri Sipil dan semua yang secara jelas dan nyata dibayar oleh uang rakyat.
 
Pengaruh ekologi pemerintahan
 
     Pengaruh ekologi terhadap pemikiran sosial politik di eropa berasal dari penekanan pada pemikiran di abad 18 dan 19 tentang kemampuan manusia untuk berubah dan menggapai kesempurnaan (perfectibility). Montesquieu menisbahkan peran signifikan pada faktor iklim dan geografis dalam membentuk diversitas kultural dan sosial dan variasi bentuk-bentuk pemerintahan.
 
Good Government dan Good Governance dan pengaruhnya terhadap ekologi pemerintahan
  • Konsep good government
       Berdasarkan praktek pemerintahan di berbagai negara ditengarai adanya “bad government”, yang ditandai dengan banyaknya korupsi, kolusi, nepotisme, yang membuat negara mengarah ke kebangkrutan. Oleh karena itu, diperlukan konsep baru mengenai cara berpemerintahan yang baik (good government).
  • konsep good governance
    Menurut World Bank, Governance diartikan sebagai ‘the way state power is used in managing economic and social resources for development society’. Dengan demikian,
governance adalah cara, yaitu cara bagaimana kekuasaan negara digunakan untuk mengelola sumberdaya2 ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat.
 
     UNDP, mengartikan governance sebagai ‘the exercise of political,economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels’. Kata governance, diartikan sbg penggunaan/ pelaksanaan, yakni penggunaan kewenangan politik, ekonomi dan administratif untuk mengelola masalah2 nasional pada semua tingkatan. 

ciri-ciri pokok bad goverment dan good government
  • Bad Government
  1. Lamban dan bersifat reaktif
  2. Arogan 
  3. Korup 
  4. Birokratisme 
  5. Boros 
  6. Bekerja secara naluriah 
  7. Enggan berubah 
  8. Kurang berorientasi pada kepentingan publik
  • Good Government
  1. Proaktif
  2. Ramah dan Persuasif 
  3. Transparan 
  4. Mengutamakan proses dan produk 
  5. Proporsional dan profesional 
  6. Bekerja secara sistemik 
  7. Pembelajaran sepanjang hayat 
  8. Menempatkan stakeholder & shareholder ditempat utama 

Jumat, 07 Februari 2020

EKOLOGI PEMERINTAHAN


EKOLOGI PEMERINTAHAN
SAMSUDDIN, S. SOS., M. IP

ID Scopus: 57203358356

DOSEN
ILMU PEMERINTAHAH
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
NURDIN HAMZAH JAMBI
A. Pengertian Ekologi
Istilah Ekologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu :
  • Oikos : berarti rumah atau tempat tinggal, lebih tepat jika dikatakan sebagai tempat atau lingkungan dimana organism itu hidup (berdiam)
  • Logos : berarti ilmu
Perbedaan substantive antara Ekologi dan Lingkungan yaitu :
Persoalan Lingkungan
Persoalan Ekologi
Pemikiran manusia untuk memperbaiki agar udara dan air yang terkena polusi(tercemar) dapat diubah menjadi udara dan air yang segar,bersih dan sehat untuk kepentingannya sendiri.
Pemikiran manusia yang semakin luas dan mendalam tentang bagaimana upaya melestarikan danau, mencegah efek insektisida terhadap berbagai spesies binatang, mencegah masuknya pencemaran terhadap sumber air minum(sumur), mencegah pengaruh perubahan iklim terhadap produksi dan perubahan habitat.
Beberapa pengertian tentang ekologi menurut beberapa ahli :
1. Edward S. Rogers
Ecology is of the study of relationship between organism and their environment.
2. Fuad Amsyari
Ekologi ialah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara satu organisme dengan yang lainnya dan antara organism – organism tersebut dengan lingkungannya.
3. Prajudi Atmosudirjo
Ekologi adalah tata hubungan total (menyeluruh) dan mutual (timbal-balik) antar satu orgaisme dengan lingkungan sekelilingya.
4. H. Sitanggang
Ekologi ialah ilmu yang mempelajari saling hubungan antara lingkungan dengan faktor- faktornya, saling hubungan antar faktor – faktor lingkungan sendiri dan saling hubungan antar unsur sesuatu faktor dengan selamanya,serta saling hubungan denganlingkungannya.
Pengertian Ekologi Pemerintahan
Ekologi pemerintahan ialah suatu ilmu yang memepelajari adanya proses saling pengaruh mempengaruhi sebagai akibat adanya hubungan normatif secara total dan timbale balik antara pemerintah dengan lembaga lembaga tertinggi/tinggi Negara, maupun antar pemerintah, vertical horizontal, dan dengan masyarakatnya.
B. Klasifikasi Lingkungan
Menurut Fuad Amsyari lingkungan dapat dibedakn dalam tiga kategori :
  1. Lingkungan Fisik (physical environment), yaitu segala sesuatu disekitar kita yang berbentuk “benda mati” seperti : rumah,kendaraan, gunung, air,sinar matahari,dll
  2. Lingkungn Biologis (biological environment), yaitusegala sesuatu yangberada di sekitar manusia yang berupa organism hidup selain manusia itu sendiri. Seperti binatang dan tumbuh – tumbuhan.
  3. Lingkungan Sosial (social environment), yaitu manusia – manusia lain yang ada di sekitarnya, seperti tetangga, teman- teman dan orang lain di sekitar kita yang belum kita kenal.
Manusia atau makhluk hidup pada umumnya dan lingkungan mempunyai ikatan ekologis, yaitu hubngan timbale balik atau interaksi yang harmonis dan stabil dalam bentuk ikatan sumber energy kehidupan yang dalam batas – batas tertentu tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, karena keduanya merupakan satu kesatuan system yang disebut dengan ekosistem.
Bentuk- bentuk Ekosistem
Berakaitan kajian ekologi, terdapat dua bentuk ekosistem, yaitu :
  1. Ekosistem Alamiah (natural ecosystem), yaitu bentuk daripada proses kehidupan yang terdapat seperti di hutan – hutan belantara atau di lautan – lautan luas, maupun di daerah – daerah kutub, dimana campur tangan manusia belum sampai kesana.
  2. Ekosistem Buatan (artificial ecosystem),yaitu suatu bentuk lingkungan hidup terutama sebagai hasikerja manusia terhadap ecosystemnya, sehubungan dengan kemampuan yang luar biasa untuk mengolah materi – materi yang ada di sekitarnya.
C. Lingkungan Pemerintahan
Dalam Ekologi Pemerintahan, ada dua macam Ekosistem yaitu :
1. Ekosistem/lingkungan Fisik
Lingkungan fisik ialah lingkungan alam bersama tumbuhan dan hewan yang ada disuatu wilayah Negara, termasuk manusia sebagai salah satu faktor yang selalu berproses dengan lingkungannya
Lingkungan Fisik dapat digolongkan kedalam 3 kelompok yaitu : kondisi geografis, keadaan penduduk, dan sumber daya alam.
2. Ekosistem/lingkungan social atau geografis
Lingkungan geografis dapat member pengaruh terhadap kehidupan fisik dan kehidupan kejiwaan manusia.
D. Pemikiran Tentang Pemerintahan
Penerapan secara analogis dalam bidang pemerintahan
1. Ekosistem
Ekosistem pada dasarnya adalah dinamika ekologi meliputi gelombang kehidupan, energy, kelahiran, pertumbuhan, kematian, perkembangan, kehancuran, dalam hubungan yang saling mempengaruhi.
2. Suksesi
Adalah adanya kehidupan setelah kematian suatu spesies
3. Habitat
Habitat adalah suatu ruang atau wilayah dimana terdapat suatu kehidupan tumbuhan atau binatang. Dalam habitat ini terjadi suatu hubungan unsure – unsure lingkungan yang rumit.
4. Perubahan Energi
Organism hidup dapat bergerak dan berjalan, Karen adanya peredaran atau perubahan energy dari dan kelingkungan mereka. Energy tersebut dapat dirubah sesuai dengan kepentingannya.
5. Saling Hubungan Antarorganisme

E. Dimensi Pemerintahan
Dimensi pemerintahan dapat dikaji berdasarkan salah satu teori dari Aristoteles, yaitu teori organisme. Asumsi teori ini menyatakan bahwa Negara atau pemerintahan adalah kodrat dan erupakan satu organisme yang mempunyai kehidupan tersendiri.
Dalam bukunya “politics”,Aristoteles menyatakan bahwa Negara adalah masyarakat paguyuban yang paling tinggi dalam masyarakat paguyuban yang lainnya. Negara bersifat kodrat dan memiliki semua sifat organisme yang terdapat pada makhluk hidup.
F. Prinsip Dasar ekologi pemerintahan
Ada 4 prinsip dasar Ekologi Pemerintahan menurut Fuad Amsyari, yaitu :
  1. Setiap masalah akan menibulkan stimulus negative terhadapsistem yang akan menghancurkan eksistensi manusia.
  2. Perlunya tindakan adaptasi yang menyeluruh dan mengarah kepada suatu perbaikan ekosistem agar menjadi lebih stabil dan harmonis. Serta bebas dari ancaman stimulus negative yang sama untuk dimasa yang akan dating.
  3. Apabila tindakan adaptasi yang dilakukan merupakan satu stimulus negative yang baru bagi organisme lain, maka segala usaha harus mendahulukan kepentingan populasi manusianya disbanding kepentingan populasi lainnya.
  4. Tindakan adaptasi apapun yang dilakukan harus berorientasi pada pemikiran untuk kemanfaatan yang sebesar mungkin untuk kepentingan eksistensi manusia.
G. Pengaruh lingkungan social terhadap ekologi pemerintahan
1. Pengaruh Ideologi terhadap Ekologi Pemerintahan
Secara etimologi,istilah ideology berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata eidos dan logos. Yang berarti ilmu atau ajaran tentang ide,gagasan,atau cita – cita tertentu, dimana sifatnya tetap dan sekaligus merupakan dasar, pandangan atau paham.
Untuk memperkuatketahanan ideology perlu langkah pembinaan sebagai berikut :
  • Pengamalan pancasila secara obyektif dan subyektif.
  • Pancasila sebagai ideology terbuka perlu direlevansikan dan diaktualisasikan agar mampu membimbimbing dan mengarahkan masyarakat, Bangsa dan Negara.
  • Bhineka Tunggal Ika dan Wasantara terus dikembangkan dan ditanamkan dalam masyarakat yang majemuk sebagai upaya untuk menjag persatuan bangsa dan kesatuan wilayah.
  • Contoh para pemimpin penyelenggara Negara dan pemimpin tokoh masyarakat merupakan hal yang sangat mendasar.
  • Pembangunan seimbang antara fisik material spiritual untuk menghindari tumbuhnya matrealisme dan sekularisme.
  • Pendidikan moral pancasila ditanamkan pada anak didik dengan cara mengintegrasikan ke dalam pelajaran lain.
2. Pengaruh Politik terhadap Ekologi Pemerintahan
Membahas politik tidak lepas pemerintahan. Lebih khusus lagi dalam pemerintahan Indonesia. Kita ketahui bahwa system politik yang dianut suatu Negara mau tidak mau pasti akan berpengaruh kedalam lingkungan pemerintahan Negara tersebut, begitu pula di Indonesia.sistem multi partai yang dianut Negara kita pasti akan sangat berpengaruh terhadap pengambilan – pengambilan kebijakan oleh pemerintah. Bagaimana tidak, parlemen diduduki oleh orang – orang yang berasal dari partai politik. Maka tidak heran jika kebijakan yang dikeluarkan akan selalu ada perbedaan – perbedaan didalamnya.
3. Pengaruh Ekonomi terhadap Ekologi Pemerintahan
Bidang yang mengalami perbenturan paling keras dengan urusan lingkungan adalah ekonomi, sebagian besar termologi ekonomi mulai dari yang Marxis sampai yang monetarian terbukti gagal mempertemukan keperdulian lingkungan dengan kenyataan praktik berekonomi di dunia nyata.
Dalam peningkatan ekonomi, nilai ekologi diabaikan. Padahal nilai ekologi lebih penting daripada perkembangan nilai ekonomi. Sehingga tidak mengherankan terganggunya keseimbangan ekosistem, langsung maupun tidak langsung seperti meningkatnya suhu udara di perkotaan, pencemaran udara, menurunnya air tanah dan permukaan tanah, banjir dan masih banyak lagi dampak – dampak yang di timbulkan akibat pengrusakan lingkungan demi mengembangkan ekonomi.
Dalam permasalahan ini, pemerintah sudah seharusnya berfikir langkah apa yang harus diambil, kebijakan – kebijakan yang diambil tidak hanya sekedar kebijakan semata, tapi membutuhkan realisasi yang berdampak positif bagi ekologi maupun perkembangan perekonomian.
4. Pengaruh Sosial Budaya terhadap Ekologi Pemerintahan
Social budaya juga sangat berpengaruh terhadap kondisi ekologi pemerintahan. Misalnya di Indonesia, social budaya yang multikulural akibat dari  kondisi geografis yang terpisah – pisah berbentuk kepulauan sangat berpengaruh pada bentuk Negaranya, yakni Negara kesatuan.
5. Pengaruh Pertahanan dan Keamanan terhadap Ekologi Pemerintahan
Masalah pertahanan keamanan tidak bisa begitu saja diabaikan. Suatu Negara yang kondisi pertahanan negaranya tidak kuat maka akan dengan mudah di kacaukan oleh Negara lain yang memiliki kepentingan. Dengan begitu, system pemerintahan pun akan goyah, yang akan mengakibatkan ketidak stabilan semua sector. Contohnya saja Negara Indonesia tercinta ini, jelas skali bahwa system pertahanan di Negara kita masih lemah. Kasus klaim mengklaim wilayah misalnya antara Indonesia dengan Malaysia. Dari segi keamanan, teroris dengan mudah memasuki wilayah NKRI.

Senin, 24 April 2017

Keuangan Pusat dan Daerah





BAB I
PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang
Salah satu agenda reformasi yang dicita-citakan untuk dicapai adalah pemberian otonomi daerah yang seluas-luasnya. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penyerahan wewenang ini lazim disebut dengan desentralisasi. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu juga diarahkan untuk meningkatkan daya saing daerah berdasarkan potensi yang dimiliki.
Penyelenggaran desentralisasi ini tentu saja memerlukan sumber pendanaan yang besar. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Sesuai pasal 5 UU No. 33 tahun 2004, sumber pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah. Penyerahan urusan dan pemberian sumber pendanaan dalam bentuk kebijakan perimbangan keuangan pada daerah otonom, pada hakekatnya ditujukan untuk memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah dalam menyikapi aspirasi masyarakat dan prioritas daerah guna mempercepat upaya peningkatan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat di daerah, serta secara lebih luas diharapkan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan ekonomi daerah.
Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut Ketentuan Umum UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demikratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah.
Kebijakan perimbangan keuangan atau ditekankan pada empat tujuan utama, yaitu: (a) memberikan sumber dana bagi daerah otonom untuk melaksanakan urusan yang diserahkan yang menjadi tanggungjawabnya; (b) mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah daerah, (c) meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan publik dan mengurangi kesenjangan kesejahteraan dan pelayanan publik antar daerah; serta (d) meningkatkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas pengelolaan sumber daya daerah, khususnya sumber daya keuangan.
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah.
Selama beberapa tahun terakhir jumlah dana perimbangan yang dialokasikan bagi daerah terus mengalami peningkatan. Meskipun demikian, pemerintah mengakui kebijakan transfer ke daerah dalam mengurangi ketimpangan vertikal antara pusat dan daerah melalui DBH dan meminimalkan kesenjangan fiskal antar daerah melalui DAU dan DAK, masih menghadapi tantangan yang cukup berat dengan adanya alokasi dana penyesuaian tertentu yang belum sepenuhnya berdasarkan formula dan kriteria. Pemerintah tentunya terus berupaya untuk melakukan reformulasi kebijakan dana perimbangan setiap tahun sehingga diharapkan dapat mendukung kebutuhan pendanaan pembangunan, terutama bagi daerah-daerah marjinal. Jika kita melihat komposisi sumber pendapatan tiap daerah (kabupaten/kota), dana perimbangan ini mempunyai peran yang sangat vital.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan daerah secara nasional mencapai rata-rata 73%. Dari angka tersebut jelaslah bahwa daerah masih tergantung pada dana perimbangan tersebut guna menjalankan berbagai program dan kegiatan pembangunannya. Oleh karena merupakan komponen terbesar dalam alokasi transfer ke daerah, dana perimbangan memiliki peranan yang sangat penting bagi keuangan daerah, terutama dalam mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Pemerintah pun terus melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap mekanisme penyaluran transfer ke daerah.
Secara normatif, instrumen dana perimbangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terdiri dari DBH, DAU, dan DAK. Namun, dalam praktik, selain ketiga dana tersebut, dikenal juga adanya dana Otonomi Khusus/Istimewa, yang khusus diperuntukkan bagi  satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, seperti Papua, Papua Barat, Yogyakarta, Aceh, dan Jakarta.   Berdasarkan penjelasan di atas, tentunya menarik untuk mengetahui perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang bersifat khusus/istimewa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B.          Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah dijelaskan di atas, rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:
1.        Bagaimana perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia?
2.        Bagaimana perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang bersifat khusus/istimewa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
Transfer kewenangan
Penyerahan sumber-sumber keuangan kepada daerah oleh pemerintah pusat sangat erat kaitnnya dengan penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah sebagai konsekuensi dianutnya asas desentralisasi. Oleh karena itu, sumber-sumber keuangan yang diserahkan kepada daerah mestinya sebanding dengan tugas dan tanggung jawab yang diserahkan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan. Dengan perkataan lain, perimbangan keuangan harus menunjukkan bahwa penyerahan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi wewenang daerah mencerminkan adanya keseimbangan dengan penyerahan pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber keuangan yang ada di daerah.
Apabila dikaitkan dengan batasan perimbangan keuangan yang merupakan isi dari hubungan keuangan antara pusat dan daerah, persoalan hubungan keuangan yang paling penting untuk diperhatikan ialah apa yang menjadi beban pemerintah pusat di dalam melaksanakan tanggung jawab pemerintahan yang menjadi tugas dan kewajiban pemerintah pusat, dan apa yang dibebankan kepada pemerintah daerah sebagai tanggung jawab dalam mengatur dan mengurus pemerintahan daerah. Dan perimbangan keuangan tidak berarti pemberian sumber-sumber keuangan natara pusat dan daerah dalam negra kesatuan pada hakikatnya tetap merupakan subsidi dari pemerintah pusat kepada daerah.
Pemerintah daerah juga harus mempunyai kemampuan untuk menentukan secara obyektif kebutuhan akan keuangan yang diperlukan untuk membiayai penyelenggaraan dan menyediakan pelayanan yang diperlukan masyarakat daerah. Artinya pemerintah daerah harus dapat melakukan perhitungan-perhitungan yang matang dan rasional mengenai rencana kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan sehubungan dengan penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah, berdasarkan rencana kegiatan tersebut, pemerintah daerah harus dapat menentukan secara tepat dan obyektif rencana pembiayaan masing-masing kegiatan, sehingga akan diketahui kebutuhan keuangan yang diperlukan dalam satu tahun anggaran.
            Pemerintah pusat harus dapat memberikan subsidi yang adil dan terukur kepada masing-masing daerah untuk membiayai kekurangan dana, artinya pemerintah pusat harus cermat melihat kondisi obyektif dari suatu daerah sehingga dalam menentukan besarnya subsidi harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang dapat diterima oleh daerah penerima subsidi.
Untuk mengeliminasi anggapan yang sering dikeluhkan oleh daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya alam, bahwa dana perimbangan yang berasal dari dana alokasi umum adalah merugikan mereka, maka yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat dalam mengeluarkan regulasi harus sebanyak mungkin melibatkan komponen masyarakat daerah.
Secara normatif keterlibatan masyarakat dalam menentukan besarnya prosentase dana yang berasal dari dana alokasi umum telah diwakili oleh DPR sebagai representasi dari rakyat. Di samping itu, berdasarkan ketentuan pasal 22D ayat (2) UUD NRI 1945, dapat diketahui bahwa Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ikut membahas rancangan undang-undang (RUU) yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dengan demikian, keterlibatan DPD dalam membahas RUU tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan suatu keharusan. Namun dalam pembentukannya, UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah sama sekali tidak melibatkan DPD. Hal ini dapat dimaklumi oleh karena pada saat itu lembaga DPD belum terbentuk.
            Apabila sumber-sumber keuangan daerah dikaitkan dengan urusan-urusan pemerintah daerah, maka dapat diketahui bahwa penyerahan sumber-sumber keuangan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah belum mencerminkan besarnya kewenangan yang diserahkan kepada daerah, karena berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah daerah adalah semua urusan pemerintahan kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
Namun dengan dibentuknya undang-undang baru mengenai pemerintahan daerah yaitu UU No. 23 Tahun 2014, urusan-urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi semakin jelas. Apabila dana perimbangan yang menjadi sumber keuangan daerah seperti tercantum dalam UU No. 33 Tahun 2004 dikaitkan dengan urusan-urusan pemerintahan dalam UU No. 23 Tahun 2014, maka dapat diketahui bahwa urusan-urusan pemerintahan daerah yang didanai oleh salah satu jenis dana perimbangan yaitu dana alokasi umum ialah diantaranya urusan pemerintahan konkuren baik itu urusan wajib maupun pilihan seperti urusan di bidang pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, pertanahan, dan urusan-urusan lainnya yang diserahkan ke daerah, dimana urusan-urusan tersebut menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah dilaksanakan berdasarkan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan sebagai dasar dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan. Adapun klasifikasi urusan pemerintahan menurut Pasal 9 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah adalah :
1)        Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.
2)        Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
3)        Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.
4)        Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.
5)        Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Dari klasifikasi urusan pemerintahan tersebut di atas, maka pengaturan pembiayaan Daerah dilakukan berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
1.         Urusan pemerintahan di daerah berdasarkan asas desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. dalam pelaksanaan asas desentralisasi dapat mengacu pada urusan pemerintahan konkuren, dimana urusan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan didaerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.
Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah adalah urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib terdiri atas urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerahkabupaten/kota didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, daneksternalitas, serta kepentingan strategis nasional.Sejalan dengan pembagian kewenangan yang disebutkan di atas maka Pemerintah Pusat memiliki hubungan keuangan dengan Daerah untuk membiayai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang diserahkan dan/atau ditugaskan kepada Daerah. Hubungan keuangan dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah meliputi:
a.         pemberian sumber penerimaan Daerah berupa pajakdaerah dan retribusi daerah;
b.        pemberiandanabersumberdariperimbangankeuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
c.         pemberian dana penyelenggaraan otonomi khususuntuk Pemerintahan Daerah tertentu yang ditetapkandalam undang-undang; dan
d.        pemberian pinjaman dan/atau hibah, dana darurat,dan insentif (fiskal).
Pengaturan pembiayaan Daerah berdasarkan asas desentralisasi yaitu Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dilakukan atas beban APBD.[14][14] Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi,kepada Daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak/retribusi (tax assignment) dan pemberian bagi hasil penerimaan(revenue sharing) serta bantuan keuangan (grant) atau dikenal sebagai dana perimbangan sebagai sumber dana bagi APBD.
Secara umum, sumber dana bagi daerah terdiri dari pendapatan asli daerah, danaperimbangan (dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasikhusus) dan pinjaman daerah, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.Tiga sumber pertama langsung dikelola oleh Pemerintah Daerahmelalui APBD, sedangkan yang lainnya dikelola oleh PemerintahPusat melalui kerjasama dengan Pemerintah Daerah.
Dana Perimbangan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan antara Pemerintahan Daerah.Sesuai dengan ketentuan UU No.23 Tahun 2014, dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, DanaAlokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Dana perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah.
Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan tertentu APBN yangdialokasikan kepada Daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antara PemerintahPusat dan Daerah.Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yangdialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yangdialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untukmembantu mendanai kegiatan khusus yang merupakanUrusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Sesuai dengan Pengaturan pembiayaan Daerah berdasarkan asasdesentralisasi yaitu Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dilakukan atas beban APBD, maka kepala daerah sebagai kepala pemerintahan daerah mempunyai kewenangan menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama. Pertanggujawaban keuangan dalam pelaksanaan asas desentralisasi juga diataur dalam undang-undang Nomor 17 tahun 2003, tentang keuangan negara dalam pasal 31 menyebutkan bahwa : Gubernur/ Bupati/ Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yangtelah diperiksa oleh Badan Peme- riksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporankeuangan perusahaan daerah.
2.         Urusan pemerintahan di daerah berdasarkan asas Dekosentrasidan Tugas Pembantuan
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepadainstansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawaburusan pemerintahan umum. Sedangkan yang dimaksud dengan Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsikepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi.
Adapun klasifikasi urusan pemerintahan yaitu, urusan pemerintahan Absolut, urusan pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah urusan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan absolut terdiri dari politik luar negeri; pertahanan; keamanan; yustisi; moneter dan fiskal nasional; dan agama.
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut Pemerintah Pusat dapat melaksanakan sendiri atau melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yangada di Daerah atau gubernur sebagai wakil PemerintahPusat berdasarkan asas Dekonsentrasi. Sedangkan Kriteria Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah pusat adalah :
a.         Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerahprovinsi atau lintas negara;
b.        Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerahprovinsi atau lintas negara;
c.         Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampaknegatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
d.        UrusanPemerintahanyangpenggunaansumberdayanyalebihefisienapabiladilakukanolehPemerintah Pusat; dan/atauUrusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagikepentingan nasional
Selanjutnya dalam pasal 14 ayat 1 UU No. 23 tahun 2014, tentang pemerintahan daerah menyatakan bahwa : Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagiantara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi.
Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau dengan melimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat atau kepada Instansi Vertikal yang ada di Daerah berdasarkan asas Dekonsentrasi dandengan cara menugasi Daerah berdasarkan asas Tugas Pembantuan.
Instansi Vertikal sebagaimana dimaksud dalam melaksanakan urusan pemerintah pusat yang dilimpahkan kepada daerah dibentuk setelah mendapat persetujuan darigubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Sedangkan pembentukan Instansi Vertikal untuk melaksanakan urusan pemerintahan absolut dan pembentukan Instansi Vertikal oleh kementerian yang nomenklaturnya secarategas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak memerlukan persetujuan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.Penugasan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah berdasarkan asas Tugas Pembantuan ditetapkan dengan peraturan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian.
Pengaturan selanjutnya tentang Urusan Pemerintahan Umum dalam UU N0. 23 tahun 2014, yang menjelaskan bahwa urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadikewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Urusan pemerintahan umumdilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing. Untuk melaksanakan urusan pemerintahan umum gubernur dan bupati/wali kota dibantu oleh Instansi Vertikal. Dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum, gubernur bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri dan bupati/ walikota bertanggung jawab kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.Gubernur dan bupati/ walikota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum dibiayai dari APBN.
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat di Daerah didanai dari dan atas beban APBN. Artinya Pemerintah mengalokasikan belanja dalam rangka azas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang bersifat langsung ke daerah tanpa melalui APBD. dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka tugas pembantuan dibiayai atas beban anggaran tingkat pemerintahan yang menugaskan. Dengan demikian pertanggung jawaban keuangan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan melalui pelimpahan kewenangan berdasarkan asas dekosentrasi adalah Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat bertanggungjawab kepada Menteri/ Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan.Sedangkan pertanggung jawaban keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan adalah Pemerintah Daerah bertanggungjawab kepada Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menugaskannya.
Relevansi Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Pemberlakuan undang-undang baru mengenai pemerintahan daerah yaitu UU No. 23 Tahun 2014, urusan-urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi semakin jelas. Apabila dana perimbangan yang menjadi sumber keuangan daerah seperti tercantum dalam UU No. 33 Tahun 2004 dikaitkan dengan urusan-urusan pemerintahan dalam UU No. 23 Tahun 2014, maka dapat diketahui bahwa urusan-urusan pemerintahan daerah yang didanai oleh salah satu jenis dana perimbangan yaitu dana alokasi umum ialah diantaranya urusan pemerintahan konkuren baik itu urusan wajib maupun pilihan seperti urusan di bidang pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, pertanahan, dan urusan-urusan lainnya yang diserahkan ke daerah, dimana urusan-urusan tersebut menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.
Sekalipun dengan dibentuknya UU No. 23 Tahun 2014 besarnya kewenangan yang diserahkan kepada daerah terkait dengan penyerahan sumber-sumber keuangan oleh pemerintah pusat kepada daerah yang tercermin dalam UU No. 33 Tahun 2004 dan urusan pemerintah daerah semakin jelas, namun di masa sekarang ini, UU No. 33 Tahun 2004 sudah tidak relevan lagi untuk dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena selain tidak terlibatnya DPD dalam pembahasan UU No. 33 Tahun 2004 yang mengakibatkan kurang terakomodirnya kepentingan-kepentingan daerah dalam undang-undang tersebut, juga karena terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan hubungan keuangan pusat-daerah yaitu antara lain:
1.         Transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah saat ini selalu dianggap sebagai bagian dari belanja pemerintah pusat. Hal ini perlu diperbaiki oleh karena transfer dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah harus dipandang sebagai transfer di antara dua entitas yang berbeda (inter-governmental transfer). Hal ini akan membawa perubahan dalam prinsip pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan negara.
2.         Saat ini, diperlukan suatu grand design atas desentralisasi fiskal Indonesia. Desentralisasi fiskal diarahkan untuk mewujudkan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan dan akuntabel.
3.         Perimbangan keuangan belum mencerminkan prinsip money follow function. Meskipun secara nominal, transfer daerah meningkat signifikan dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2009-2012), namun dari segi proporsional, transfer daerah tidak beranjak dari 31% - 34% dari total belanja APBN yang rata-rata mengalami peningkatan sebesar 5% - 10%. Kebijakan perimbangan keuangan yang seharusnya mengikuti pembagian urusan, dengan proporsi saat ini belum sepenuhnya menggambarkan prinsip money follow function. Dari sisi prosedur kelembagaan, salah satu penyebabnya adalah antara pembagian urusan dengan perimbangan keuangan diatur dalam kedua Undang-undang terpisah. Pembagian urusan merupakan ranah Undang-undang Pemerintah Daerah merupakan domain dari Kementerian Dalam Negeri, sementara dana perimbangan merupakan domain dari Kementerian Keuangan. Sudah tidak menjadi rahasia umum, ego sektoral antara Kementerian, masih menjadi penyebab ketidaksinkronan antar aturan. Prinsip money follow function ini harus dilaksanakan secara konsisten sehingga kewenangan harus ditetapkan lebih dahulu baru kemudian menetapkan dan mentransfer dana yang diperlukan. Melihat hal ini, maka perlu dibentuk UU tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang baru yang didasarkan atas UU No. 23 Tahun 2014.
4.         Perubahan cara pemberian bantuan dana dari pemerintah pusat kepada daerah dengan formula dana alokasi umum (DAU) telah menimbulkan beberapa persoalan yakni adanya perbedaan persepsi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah mengenai tujuan DAU, pemerintah pusat melihat bahwa DAU sebagai salah satu mekanisme pemerataan kemampuan keuangan antara pusat dan daerah sesuai dengan amanat UU Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, sementara di pihak lain pemerintah daerah melihatnya sebagai alat utama untuk mendukung proses penyediaan dana dalam rangka pelaksanaan program-program pemerintahan dan pembangunan sebagaimana telah ditetapkan dalam APBD. Hal ini menimbulkan tidak adanya keterkaitan dalam penggunaan DAU antara pusat dan daerah.
5.         Ketidakadilan dalam pembagian DAU. Selain daerah yang mengalami kekurangan atas pembagian alokasi DAU, ternyata dalam praktiknya terdapat beberapa daerah yang justru mengalami kelebihan pembagian DAU. Pemerintah kabupaten kebagian Rp 24 trilyun dan propinsi mendapat bagian sebesar Rp 4,5 trilyun.
6.         Kurang transparannya pemerintah pusat dalam membagi DAU ke daerah.
Selain beberapa hal yang disebutkan diatas didalam UU No. 23 Tahun 2014, telah mengalami beberapa perubahan terkait dengan  dana tranfer pemerintah Pusat diantaranya
a.         Dana bagi hasil
Dana bagi hasil dalam UU No. 23 Tahun 2014 mengalami penambahan diantarannya sumber dana dari cukai, sumber dana dari pajak telah dihapus bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).  Lahirnya UU No 28/2009 yang mengalihkan sumber dana dari pajak ini menjadi pajak daerah, juga berimplikasi pada pertentangan perimbangan keuangan yang masih memasukankomponen ini. Dengan kata lain, UU No 33 tahun 2004 sudahtidak sesuai lagi dengan pekermbangan saat ini.
b.         Dana Perimbangan
Dalam perkembangannya, sejak tahun 2008 semakin banyak dana perimbangan yang tidak sesuai dengan azas dana perimbangan seperti program PNPM, Dana penyesuaian infrastruktur, tambahan tunjangan penghasilan guru, dana insentif daerah dan dana lainnya. Dana-dana ini dikhawatirkan dapat mengacaukan ketiga azas dana perimbangan yang diatur dalam UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah. Selanjutnya ada penambahan alokasi dana perimbanganDaerah Provinsi yang Berciri Kepulauan, Pemerintah Pusat dalam menyusun perencanaan pembangunan dan menetapkan kebijakan DAU dan DAK harus memperhatikan Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan.


B.          Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang Bersifat Khusus/Istimewa dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
Salah satu hal penting dalam amandemen UUD 1945 itu adalah munculnya Pasal 18 B UUD 1945 (hasil amandemen kedua tahun 2000) yang menyebutkan bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan Pasal 279 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat memiliki hubungan keuangan dengan Daerah untuk membiayai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang diserahkan dan/atau ditugaskan kepada Daerah.  Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa memiliki kewenangan-kewenangan yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. 
Kewenangan khusus atau istimewa yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang bersifat khusus atau istimewa pada dasarnya adalah kewenangan tambahan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah-daerah tertentu. Dengan demikian, daerah-daerah yang bersifat khusus atau istimewa tidak hanya tunduk pada Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, namun juga tunduk pada Undang-Undang yang mengatur tentang kekhususan atau keistimewaan daerah tersebut.
Ada 4 (empat) Undang-Undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa, yaitu UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, dan UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemberian dana penyelenggaraan otonomi khusus untuk Pemerintahan Daerah Aceh, Yogyakarta, Papua, dan Jakarta merupakan hubungan keuangan dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Salah satu sumber pendapatan Daerah yang memiliki otonomi khusus atau istimewa adalah pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat berupa dana otonomi khusus dan dana keistimewaan.
Penyelenggaraan otonomi khusus bagi Aceh adalah  respon Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai salah satu solusi politik bagi penyelesaian persoalan Aceh. Masyarakat Aceh memandang bahwa penyelenggaraan keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Acehkurang memberikan kehidupan di dalam keadilan atau keadilan di dalam kehidupan, sehingga muncul pergolakan masyarakat di Provinsi Aceh. Dengan diberlakukanya otonomi khusus bagi Aceh, berdasarkan Pasal 179 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, salah satu sumber pendapatan Daerah Aceh adalah Dana Otonomi Khusus.
Dana otonomi khusus sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan. Dana Otonomi Khusus berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, untuk tahun pertama mulai berlaku sejak tahun anggaran 2008 dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1% (satu persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional. Penggunaan Dana Otonomi Khusus dilakukan untuk setiap tahun anggaran yang diatur lebih lanjut dalam Qanun Aceh.
Selain dana otonomi khusus, Pemerintahan Aceh juga mendapatkan tambahan Dana Bagi Hasil minyak dan gas bumi yang merupakan bagian dari penerimaan Aceh sebesar 55% (lima puluh lima persen) dari pertambangan minyak dan 40% (empat puluh persen) dari pertambangan gas bumi. Secara umum, berdasarkan Pasal 14 huruf (f) dan (g), penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk Pemerintah; dan 15,5% (lima belas setengah persen) untuk Daerah; sedangkan untuk penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 69,5% (enam puluh sembilan setengah persen) untuk Pemerintah; dan 30,5% (tiga puluh setengah persen) untuk Daerah.
Kewenangan Pemerintah Aceh untuk mengelola tambahan Dana Bagi Hasil minyak dan gas bumi sebagai pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh adalah bahwa paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari pendapatan tersebut dialokasikan untuk membiayai pendidikan di Aceh, seperti untuk peningkatan kapasitas aparatur, tenaga pendidik, pemberian bea siswa baik ke dalam maupun ke luar negeri dan kegiatan pendidikan lainnya sesuai dengan skala prioritas; dan paling banyak 70% (tujuh puluh persen) dari pendapatan tersebut dialokasikan untuk membiayai program pembangunan yang disepakati bersama antara Pemerintah Aceh dengan pemerintah kabupaten/kota. Secara periodik, Pemerintah Aceh menyampaikan laporan pelaksanaan pengalokasian dan penggunaan tambahan Dana Bagi Hasil kepada Pemerintah Pusat.
Status keistimewaan Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari sejarah awal kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia ketika Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII memilih dan memutuskan untuk menjadi bagian dari Republik Indonesia, serta kontribusinya untuk melindungi simbol negara-bangsa pada masa awal kemerdekaan yang telah tercatat dalam sejarah Indonesia. Kewenangan Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam urusan keistimewaan meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; kelembagaan Pemerintah Daerah DIY;kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang.
Dalam rangka penyelenggaraan urusan Keistimewaan DIY, Pemerintah Pusat menyediakan pendanaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara.Untuk menyediakan dana Keistimewaan tersebut, Pemerintah Daerah DIY wajib menyampaikan rencana kebutuhan yang dituangkan dalam rencana program dan kegiatan tahunan dan 5 (lima) tahunan.
Pendanaan urusan keistimewaan dibahas dan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan pengajuan Pemerintah Daerah DIY. Pembahasan pendanaan Keistimewaan DIY tersebut dilakukan oleh Pemerintah Daerah DIY bersama dengan kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian yang menangani urusan pemerintahan bidang perencanaan pembangunan nasional, keuangan, pemerintahan daerah, dan kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian yang berkaitan dengan Keistimewaan DIY.
Pengalokasian dan penyaluran dana keistimewaan yang diperuntukkan dan dikelola oleh Pemerintah DIY adalah melalui mekanisme transfer daerah dan pada setiap tahun anggaran Gubernur DIY melaporkan pelaksanaan kegiatan keistimewaan DIY kepada Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri. Meskipun bagian pendanaan diatur secara khusus dalam UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan daerah berlaku bagi Pemerintahan Daerah DIY. Dalam konteks pengelolaan pendapatan daerah di DIY, proporsi sumber pendapatan utama daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan proporsi rata-rata dibawah 40% dari total pendapatan daerah, maka perlu adanya strategi-strategi dalam rangka peningkatan PAD di waktu yang akan datang. Disamping itu, sumber–sumber pendapatan lainnya juga perlu ditingkatkan, antara lain bagian laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), lain-lain pendapatan yang sah, dana perimbangan bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak, sehingga dalam kurun waktu lima tahun mendatang, proporsi DAU secara bertahap dapat mulai digantikan oleh sumber–sumber pendapatan yang dapat diupayakan oleh daerah.
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam kerangkaNegara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan yang lebih luas berarti pula tanggung jawabyang lebih besar bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan danmengatur pemanfaatan kekayaan alam di Provinsi Papua untuk sebesar-besarnya bagikemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari rakyat Indonesia sesuai dengan peraturanperundang-undangan. Kewenangan ini berarti pula kewenangan untuk memberdayakan potensisosial-budaya dan perekonomian masyarakat Papua, termasuk memberikan peran yangmemadai bagi orang-orang asli Papua melalui para wakil adat, agama, dan kaum perempuan.
Terdapat 3 (tiga) hal dalam muatan kebijakan yang memang menjadikan otonomi di Papua bersifat khusus. Pertama, di Papua dibentuk institusi representasi kultural; Kedua, kekhususan dalam pendapatan daerah untuk Papua; dan Ketiga, penggunaan peristilahan yang secara semantik berbeda, meskipun tidak mempunyai perbedaan signifikan dalam makna, seperti lambang daerah, penamaan lembaga legislatif daerah, dan kebijakan di tingkat daerah diberi penamaan yang berbeda.
Sebagaimana diatur pada UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka antara Daerah Otonomi Khusus Papua dan daerah lain di Indonesia tidak berbeda dalam hal sumber penerimaan daerah, yaitu dalam bentuk pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman Daerah, lain-lain penerimaan yang sah. Kekhususan Papua adalah pada besaran dana bagi hasil untuk sumberdaya alam di sektor pertambangan minyak bumi sebesar 70% dan pertambangan gas alam sebesar 70%. Persentase ini lebih besar dari persentase yang diatur untuk daerah lain, di mana bagi hasil pertambangan minyak bumi untuk daerah adalah 15,5% dan untuk gas alam 30,05%.
Hal yang membedakan Papua dengan daerah lain adalah adanya “Penerimaan Khusus” dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2% dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan; dan dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. Diatur di dalam UU No. 21 Tahun 2001 bahwa penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 4) dan angka 5) berlaku selama 25 tahun. Selanjutnya, mulai tahun ke-26, penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi 50% untuk pertambangan minyak bumi dan sebesar 50% untuk pertambangan gas alam. Sementara itu, penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus berlaku selama 20 tahun,
Berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah, khususnya terkait dengan pelaksanaan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, maka Pemerintah Provinsi Papua mempunyai kewenangan untuk mengatur, menetapkan dan mengendalikan pengelolaan dana otonomi khusus. Berdasarkan UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua ditetapkan dana otonomi khusus sebesar 2 persen dari total DAU secara nasional. Pembagian lebih lanjut antara provinsi, kabupaten dan kota, diatur secara adil dan berimbangan dalam PERDASUS, dengan memberikan prioritas pada daerah-daerah yang tertinggal.
Oleh karena Majelis Rakyat Papua (MRP) yang menyusun PERDASUS sampai saat ini belum terbentuk, maka pembagian dana otonomi khusus ditentukan dengan Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur Provinsi Papua. Hal ini sejalan dengan Surat Keputusan Menteri RI Nomor 47/KM.07/2002 tanggal 21 Februari 2002 tentang tata cara penyaluran dana otonomi khusus Provinsi Papua. Peraturan Daerah tentang Pembagian Dana Otonomi Khusus baru diatur pada Tahun 2004 berdasarkan Perda Nomor 2 Tahun 2004. Sedangkan selama tahun 2002 dan 2003 diatur berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor 900/2697/SET tentang Petunjuk Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2002.
Provinsi Papua dapat mengajukan tambahan dana setiap tahunnya berdasarkan usulan Provinsi Papua yang selanjutnya akan dibahas antara Panitia Anggaran-DPR-RI dengan Pemerintah. Untuk Provinsi NAD dan Provinsi Papua akan diprioritaskan untuk mendapatkan DAK non DR, apabila dalam tahun anggaran yang bersangkutan dianggarkan dalam APBN.
Kekhususan Jakarta terletak pada fungsinya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi. Meskipun semua peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan daerah juga berlaku bagi Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, ada pendanaan-pendanaan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bersifat khsus meliputi penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang tata ruang, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; pengendalian penduduk dan permukiman; transportasi; industri dan perdagangan; dan pariwisata. Dalam melaksanakan kewenangan dan urusan pemerintahannya, melaksanakan urusan pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan dekonsentrasi, melaksanakan urusan pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan tugas pembantuan dan melaksanakan kewenangan Pemerintah yang bersifat khusus, Gubernur melakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah lain. Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga memiliki kewenangan untuk melestarikan dan mengembangkan budaya masyarakat Betawi serta melindungi berbagai budaya masyarakat daerah lain yang ada di daerah Provinsi DKI Jakarta.
Pendanaan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagaiIbukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dianggarkan dalam APBN yang ditetapkan bersama antara Pemerintah Pusat dan DPR berdasarkan usulan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dana tersebut merupakan anggaran yang diperuntukkan dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang pengalokasiannya melalui kementerian/lembaga terkait. Pada setiap akhir tahun anggaran, Gubernur wajib melaporkan seluruh pelaksanaan kegiatan dan pertanggungjawaban keuangan yang terkait dengan kedudukan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia kepada Pemerintah Pusat melalui menteri/kepala lembaga terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

BAB III
PENUTUP
A.          Kesimpulan
1.         Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan dalam kerangka pelaksanaan urusan pelaksanaan pemerintahan. Dalam pelaksanaan urusan pemerintahan absolut, konkuren dan urusan pemerintahan umum yang menjadi kewenangan daerah dalam pelaksanaan asas desentralisasi, dilakukan atas beban APBD. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan asas desentralisasi,kepada Daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak/retribusi (tax assignment) dan pemberian bagi hasil penerimaan(revenue sharing) serta bantuan keuangan (grant) atau dikenal sebagaidana perimbangan sebagai sumber dana bagi APBD. Sedangkan urusan pemerintahan yang di limpahkan kepada daerah dalam pelaksanaan asas dekosentrasi dan tugas pembantuan didanai dari dan atas beban APBN. Artinya Pemerintah mengalokasikan belanja dalam rangka azas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang bersifat langsung ke daerah tanpa melalui APBD. Terbentuknya UU No. 23 Tahun 2014 telah memberikan perubahan terhadap anggaran yang akan di tranfer kepada daerah sehingga mengakibatkan penerapan UU No. 33 tahun 2004 tidak relevan lagi. Perubahan seperti Dana bagi hasil mengalami penambahan diantarannya sumber dana dari cukai, sumber dana dari pajak telah dihapus bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).  Dana perimbangan yang tidak sesuai dengan azas dana perimbangan seperti program PNPM, Dana penyesuaian infrastruktur, tambahan tunjangan penghasilan guru, dana insentif daerah dan dana lainnya. Selanjutnya ada penambahan alokasi dana perimbanganDaerah Provinsi yang Berciri Kepulauan, Pemerintah Pusat dalam menyusun perencanaan pembangunan dan menetapkan kebijakan DAU dan DAK harus memperhatikan Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan.
2.         Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang bersifat khusus/istimewa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan melalui dana transfer. Untuk Provinsi Papua, Papua Barat, dan Aceh dana transfer sudah dipatok dan ada sharing portion secara khusus dalam pertambangan minyak dan pertambangan gas alam, sedangkan untuk Provinsi DIY dan DKI Jakarta, penerimaan yang bersifat khusus/istimewa diajukan oleh Pemerintah Daerah dan pembahasan pendanaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah DIY bersama dengan kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian yang menangani urusan pemerintahan bidang perencanaan pembangunan nasional, keuangan, pemerintahan daerah, dan kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian yang berkaitan dengan hal tersebut. Dana Otonomi Khusus bagi Provinsi Aceh berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, untuk tahun pertama mulai berlaku sejak tahun anggaran 2008dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1% (satu persen) plafon Dana Alokasi Umum Nasional. Untuk Provinsi Papua dan Papua Barat, “Penerimaan Khusus” dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2% dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional yang berlaku selama 20 tahun.
B.          Saran
1.         Melihat masih banyaknya kelemahan yang terjadi dalam pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah baik melalui metode penyerahan dana alokasi umum, ketidakterlibatan DPD dalam pembahasan UU No. 33 Tahun 2004, terbentuknya UU No. 23 Tahun 2014 maupun praktik pelaksanaan perimbangan keuangan tersebut yang selama ini kurang tepat, maka UU No. 33 Tahun 2004 sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan. Dengan demikian, Pemerintah dan DPR seyogyanya dapat membuat Undang-undang yang baru tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014, tentang pemerintahan daerah. Hal ini terkait dengan adanya perubahan transfer pusat kedaerah dalam pelaksanaan urusan pemerintahan yang diberikan kepeda pemerintah daerah.
2.         Pola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah nantinya harus dapat mencerminkan prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang merupakan konsekuensi negara kesatuan yang didesentralisasikan yaitu dengan menjamin adanya keterlibatan segenap komponen masyarkat daerah dalam menentukan besarnya distribusi dana perimbangan.
3.         Formula DAU seyogyanya lebih sederhana dan mudah dipahami serta transparan. Artinya daerah atau publik mampu mensimulasikan formula ini untuk memperoleh kepastian DAU dan melakukan mekanisme komplain apabila DAU yang diterima tidak sesuai.






[1][1] Pasal 1 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
[2][2] Bagian Menimbang UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
[4][4] Lihat Pasal 159 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
[5][5] Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu
[6][6] Pasal 225 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
[7][7] Muhammad Fauzan, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah: Kajian tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah, Yogyakarta: UII Press, h. 293.

























































Ekologi dan Konsep Pemerintahan

Ekologi Pemerintahan, terdiri dari dua suku kata, yaitu Ekologi dan Pemerintahan. Ekologi adalah bagian dari Biologi murni, yang merupakan...